"Alone" Sendirian
Aku bukan penakut.
Kata-kata itu selalu saya ucapkan sejak kanak-kanak sampai mulai bekerja. Kalo anak-anak lain usia 5 tahunan masih ingin sekamar dengan kakak atau orang tuanya, saya selalu berharap segera diberikan kamar sendiri, walaupun itu baru terwujud menjelang saya SMA. Dari TK tontonan favorit saya adalah "Sundel Bolong", "Babi Ngepet", miniseri "It" dan "Nightmare on Elm Street".
Kalau orang-orang (temen, sodara, kakak, adek, ortu) bercerita tentang pengalaman-pengalaman mistis mereka yang melibatkan makhluk lelembut itu, otomatis pikiran saya pasti langsung bekerja untuk mencari penjelasan logis akan fenomena-fenomena tersebut. Saya ibaratnya Dana Scully bagi seorang Fox Mulder (got it? klo gak ngerti PM aja, ntar saya jelasin).
Actually saya percaya akan adanya hal-hal ghaib tersebut, karena itu tertera dalam kitab suci, tapi saya adalah jenis orang yang baru percaya kalo udah mengalami sendiri. The problem is, seumur hidup saya belom pernah bertemu yang namanya DJ Urig (baca: Jurig alias hantu). Atau kemungkinan lain adalah saya pernah bertemu hantu, tapi otak logis saya selalu berhasil menjelaskan suara-suara aneh atau penampakan tidak wajar yang pernah saya temui. Berjalan melewati kuburan jam 3 pagi pun sering saya lakukan waktu kuliah *pulang dari warnet*. And nothing ever happened. Ke-skeptis-an saya terhadap para lelembut ini sempat membuat saya dibilang "psycho" oleh teman-teman. Karena saya kerap becanda soal lelembut di tempat-tempat angker. Sombrero (baca: Sompral), katanya... But still... nothing ever really happened. Hingga malam itu...
Awal 2005. Saya yang sudah tidak tinggal di Bandung lagi mendadak dapat panggilan kerja dari sebuah majalah yang bermarkas di Kota Kembang tersebut. Dalam 3 hari saya harus mulai kerja. Karena beberapa tempat kos yang saya tahu sudah penuh (periode itu banyak mahasiswa STP Bandung baru pulang jobtraining, jadi kosan di sekitar Setiabudhi pada full). Kenapa harus cari kos di Setiabudhi? Cuma satu alasan: saya tidak perlu beradaptasi lagi.
Setelah telpon sana-sini dan cek sono-sene saya pun menemukan sebuah rumah kontrakan baru. Lokasinya strategis, di sebuah gang tepat di seberang Borma Dept. Store. Rumahnya pun bersih karena baru. Lantai keramiknya masih mulus, kamarnya besar, bebas *ini penting*, kamar mandi dalam dan hanya ada 4 kamar (saya nggak suka kosan yang ramai). Masalahnya hanya satu... tepat diseberang rumah ini adalah komplek kecil kuburan yang dinaungi oleh rimbunan pohon bambu besar. Then again, karena saya skeptis, dalam kunjungan pertama salah satu kamar di rumah itu pun langsung menjadi milik saya.
Malam pertama itu saya tiba di kamar dalam keadaan cukup lelah. Karena awal-awal kerja langsung dihajar kerjaan sana-sini. Selesai mandi dan makan malam, saya langsung memutuskan untuk tidur *mo nonton tp belum sempet bawa TV*. Kasurnya enak, pikir saya. Dalam hitungan detik saya sudah melanglangbuana ke alam mimpi. Sekitar jam 4 subuh saya terjaga.... Posisi badan saya menyamping. Nafas saya tersengal-sengal... Pantas saja, ketika melihat ke arah dada saya melihat ada sepasang tangan memeluk tubuh saya erat dari belakang. Di tengkuk saya terasa hangatnya nafas seseorang *or sesuatu* yang sedang memeluk. Dan diujung tempat tidur ada seorang kakek berpakaian compang-camping berjongkok melihat saya tidur. Belum cukup, dari sudut mata saya melihat ke arah pintu kamar, ada makhluk seperti kera berdiri seolah menghalang-halangi pintu.
Keringat saya pun mengucur deras. Tanpa ba bi bu, saya langsung membaca semua ayat-ayat pendek yang saya hapal sambil mata saya mulai basah oleh airmata. Alhamdulillah setelah membaca Al Ikhlas tiba-tiba 'pestanya bubar'. Saya segera bangun dari kasur, meraih handphone+dompet dan jacket dalam sekejap lalu langsung pergi meninggalkan kamar tanpa sempat mengunci. Setengah berlari dan tak berani menengok ke belakang saya menuju SE, kedai Indomie yang buka 24 jam. Disana saya menunggu sampai matahari terbit untuk kembali ke kamar dan bersiap-siap pindah kost.
Efek dari kejadian itu... Saya sekarang bisa lebih percaya terhadap hal-hal demikian dan mulai muncul rasa takut (tapi tetap bukan penakut). Terbukti malam tadi, niat menonton film horror Thailand berjudul "Alone" sendirian di kamar pun harus saya urungkan. Pasalnya baru di menit 32 saya sudah menyerah dan berkali-kali mengecek ke arah jendela kamar. Nggak kuat sama kagetnya dan nggak kuat ngebayangin hantu gelantungan di kipas angin, hiiiiy!!! Kayaknya saya akan tunggu waktu luang supaya bisa menonton "Alone" sendirian... Di siang hari tentunya.... Malam hari juga boleh, asal ramean.... :D
images taken from: Corbis & Rottentomatoes