A Boy and a Kite
Niat awal hanya ingin menonton keponakannya yang hampir berusia 3 tahun bermain layangan, tapi entah kenapa malah si Oom yang ujung-ujungnya asyik menarik-ulur benang layangan sambil menatap ke langit dengan bangga menyaksikan layangan yang dimainkannya melayang tinggi dan anggun diatas sana. Padahal sebelumnya ia sama sekali tak pernah melakukannya.
Ia tak pernah benar-benar memainkan layangan. Saat masih kecilpun ia lebih sering membeli layang-layang dan dengan hati-hati melapis benangnya dengan bubuk kaca untuk kemudian ia simpan baik-baik di sudut luar rumah. Kalaupun akhirnya layang-layang tersebut mengangkasa, itu pasti karena teman atau adiknya yang memainkannya.
Tapi tidak Sabtu sore itu. Ia mengendalikan layang-layang milik sang ponakan (yang akhirnya lebih asyik melempari mamanya dengan daun kering) dengan tenang laiknya profesional. Gerak tangannya pun tak memperlihatkan keamatirannya, sementara layang-layang dengan buntut panjang menjulur itu kian kokoh saja terlihat dengan latar langit biru cerah.
Penguasa langit. Itulah yang dibayangkannya. Tak ada layang-layang di dekatnya (yang semuanya dimainkan oleh anak-anak berusia tak lebih dari 7 tahun) yang tingginya melebihi layang-layang yang dikendalikannya. Seketika itu pula ia merasakan sesuatu yang sempat hilang darinya datang kembali and it felt great! It's the little boy in him. Yups, ia lelah selama ini harus berpura-pura menjadi orang dewasa hanya untuk menempatkan diri secara patut di lingkungannya. Saatnya tiba untuk melepas atribut dan menjadi diri yang sebenarnya. Dan dengan benang layang-layang di tangannya, yang terlihat hanyalah seorang anak kecil bercelana pendek yang dengan serius mencoba mempertahankan layang-layangan dari hembusan angin yang hendak menggoyahkannya.
0 comments:
Post a Comment